“A...Ada apa ini? Kenapa banyak sekali darah disini?”
“Mengapa banyak orang membawa senjata?”
“Siapa mereka?”
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Oi....Bangun kau!” kata seseorang sambil menggerak-gerakkan tubuhku.
“Urghhh Dimana aku?” Kataku sambil mencoba bangkit dari tempat tidur. Aku hanya melihat 3 temanku sedang mengelilingiku dengan tatapan aneh.
“Kau lupa? Kita di CT Force camp. Sudah sebulan kita resmi menjadi CT kawan.” Kata Ari
Ya, aku baru ingat. Sebulan lalu kami berempat lolos testing dan sekarang menjadi CT Force. Aku hanya mencoba mengumpulkan sedikit kesadaran dan langsung bergerak ke kamar mandi. Kucoba menenangkan diriku dengan air setelah mimpi yang sangat buruk barusan. Aku hanya bisa mengguyur tubuhku sambil sesekali meninju dinding kamar mandi. Hanya bisa berkata, “Jika aku lebih kuat, maka itu semua takkan terjadi.”
“DIVISI 27 HARAP SEGERA BERKUMPUL DI RUANGAN 1ST LT. DARWIN DALAM LIMA MENIT!”
Tiba-tiba toa di camp memanggil divisiku. Sebenarnya ada apa? Mengapa Lt. Darwin membutuhkan kami? Entahlah. Aku hanya mempercepat upacara mandiku dengan cara mengguyur badan secara gaje. Brrrrrr. Dingin memang suasana pagi itu. Segera setelah kupakai kostum kebanggan CT Force, kami berempat bergerak ke ruangan Lt. Darwin.
“Divisi 27 siap!” seru kami berempat serentak dengan posisi siap.
“Divisi 27.” Kata letnan berkumis tipis tersebut. “Kalian belum pernah turun ke medan perang kan?”
Ya kataku dalam hati. Memang selama ini kami hanya berlatih di Training Camp. Tak pernah sekalipun turun.
“Begini. Divisi-divisi lain sedang dalam kondisi tidak siap menerima tugas. Apa divisi kalian siap menerima misi pertama?”
“Siap Letnan!” jawab kami serentak (lagi)
“Bagus. Aku suka semangat kalian. Kalian akan diturunkan ke Downtown. Kabar burung (burung sape) mengatakan tempat itu menjadi sasaran Free Rebels berikutnya. Tugas kalian adalah menjaga daerah tersebut.”
Downtown? Tempat itu cukup ramai. Tidak heran Free Rebels mengincarnya.
“Namun, aku ingin kalian bertindak sabar dan tidak gegabah. Kalau melihat hal-hal mencurigakan cobalah untuk tidak langsung menyerangnya. Dismiss!”
Mendegar misi kami yang pertama kami langsung ke camp dan mempersiapkan segala sesuatunya. Tak lupa kubawa kalung keberuntungan peninggalan Ibu. Ibu, Ayah, aku akan menghadapi Free Rebels. Tolong doakan aku dari surga.
“Misi pertama kita ini.” Kata Deni dengan raut wajah exciting gitu.
“Ho oh. Moga-moga nggak langsung mati ya.” Sambung Aan.
“Kita ke gudang senjata lagi abis ini kan? Aku ambil senjata apaan yak?” tanya Ari juga dengan raut wajah menghadapi misi pertama sebagai CT Force.
“Yuk gerak.” Ajakku pada mereka menuju gudang penyimpanan. Kami berlari menuju gudang persenjataan CT Force. Jaraknya nggak jauh sih dari Training Camp. Kepleset juga nyampe.
“Kau ngambil apa Den?” tanyaku sesaat setelah menginjakkan kaki di gudang senjata.
“Biasa dah. Make M4A1 S. aja. Selama training juga ini senjataku. Kau An? Cemana? Yang biasa juga?”
Aan hanya diam. Dia masih mikir senjata mana yang cocok dengan kepribadiannya.
“Emang cuman ini senjata kesayangan.” Katanya sambil mengambil SPAS-15 dari kotak persediaan.
Meanwhile, Ari masih nyar-nyari senjata. Dari tadi dia muter terus --dari section SMG ampe ke section Shotgun.
“Cepetlah Ri. Lama kali kau. --Billing Ini--.” Keluh Deni melihat temannya yang satu ini masih bingung tanpa sebab yang jelas. Memang benar ada banyak senjata di gudang ini tapi nggak semua cocok dengan si user kan.
“Ri, coba pake senjata ini.” Kataku sambil menyerahkan senjata laras panjang. Tepat ini sebuah sniper. Tepatnya Dragunov CG. Evolusi Dragunov yang dibalut dengan corak ular disekitarnya.
“Wah makasi Iz. Keren ini senjata.” Katanya dengan wajah berbinar, sambil mencoba scope Dragunov yang terkenal begitu akurat.
Untuk secondary aku cuman ngambil MK-23 -- jaga-jaga kalau mesti sembunyi-sembunyi nyerangnya--. Melee aku ambil sebilah Kukrii dan untuk throw equipment aku ambil aja K-400 dan Flashbang. Urghh senjata-senjata ini terasa berat terutama AK SOPMOD yang menjadi primaryku untuk saat ini.
Selama training divisiku memang selalu menjadi divisi terbaik untuk kategori newcomers. Namun, sesuatu sudah menunggu di depan. Kami mengambil motor masing-masing yang diparkir di gerbang Training Camp -- aku dengan Cs One ku, Deni dengan Rx-Kingnya, Ari dengan Scoopynya (bukan dari moun tea ya scoopynya) dan Aan dengan Ninja RR--. Sekilas kami tidak terlihat seperti CT Force (lebih mirip gembel gitu ==a).
Later On...
Downtown. Memang ramai tempatnya. Kulihat arlojiku menunjukkan pukul 17:00 WPB (waktu point blank). Jam kerja, wajar ramai. Aku coba cari gerak-gerik yang mencurigakan. Tapi tak kudapat satupun, mungkin kabar kalau Free Rebels akan meneror Downtown hanya isapan jempol belaka.
Tiba-tiba dua gadis datang pada kami. Yang satu tinggian, dan yang satu pendekkan.
“Mas-mas ini CT Force ya.” Kata gadis yang agak tinggi pada kami. Aku hanya bersikap cool dan mengignore mereka.
“Mas-mas ini ganteng ya. Terutama yang ini nih.” Kata gadis yang agak pendek pada Ari. “Mau terima coklat buatanku nggak?” Lanjutnya sambil nyerahin sebungkus coklat yang aromanya agak aneh di hidungku.
Si Ari langsung aja nyamber ntu coklat --kelaperan mungkin--. Dua gadis tadi pun pulang dengan raut wajah yang agak aneh menurutku. Saat itu aku sadar, aroma, dua cewek barusan. Grrr
“Awas Ri!” Refleks tanganku menepuk tangan Ari dan coklat barusan terpental lalu jatuh ke tanah. Tiba-tiba DUARRRRR. Coklat tersebut meledak --Coklat eksklusif event valentine--. Kami berempat terkena imbasnya. Bahkan aku terpental beberapa meter.
Semua orang di Downtown langsung lari mendegar --dan melihat-- ledakan barusan. Seketika Downtown yang terkenal ramai menjadi kota mati. Matahari sudah tak lagi kuat untuk menampakkan dirinya di langit Downtown.
“Polisi bego.” Kata seseorang dari kejauhan. “Itu salam dari kami. FREE REBELS.” Lanjut seorang temannya lagi.
Baru aku sadar dua orang ini adalah orang yang memberi coklat pada Ari dan ternyata mereka adalah anggota Free Rebels.
“Halo CT Force.” Kata seseorang dari atap sebuah gedung di Downtown. Aku tidak bisa melihat wajahnya. Yang aku tahu tubuhnya kekar dan siap dengan peralatan perang dan dia pria. “Cih, menyedihkan sekali CT Force. Mereka bahkan tidak memiliki anggota lagi untuk melawan kami sampai harus mengirim 4 orang Trainee yang tidak memiliki pengalaman.” Lanjut orang tersebut dengan nada mengejek CT Force.
“CT Force tidak menyedihkan. Dan kau tidak tahu apa-apa tentang kami.” Balas Aan dengan nada marah mendengar hinaan barusan.
“Ho? Begitukah? Baik!....Lex. Coba beri mereka salam.” Tiba-tiba seorang sniper muncul disamping pria tadi. Ia menggunakan sebuah PSG-1. Lalu, crooot. Selongsong peluru menyerempet bahuku. Sangat sakit rasanya. Inikah perang?
“Heh...heh...heh... Tadi itu baru salam.” Kata pria yang bernama Lex itu dengan santai.
Ari yang emosi melihat kejadian barusan langsung mengeluarkan DG CG nya dan membidik Lex. Namun, apa daya Lex nampaknya sudah begitu professional. Dengan kondisi dibidik Ia malah menembakkan PSG-1nya ke wajah Ari. Tidak kena memang namun hal itu cukup membuat kami tahu kalau lawan kami bukan orang biasa.
Apa yang harus kulakukan? Di saat mereka sudah sangat dekat, kakiku gemetaran. Apa aku harus memanggil bantuan? Tidak mungkin, sedikit gerak Lex pasti mengheadshot aku. Sigh apa yang harus kulakukan???
“Ho? Kalian sudah bingung? Bagaimana dengan ini?” Kata pria kekar di atas gedung sambil mengangkat tangannya.
Suddenly, 10 Free Rebels dengan equipment lengkap datang. Ah tidak 20 bukan 30. Sekitar 50-70 orang sudah berkumpul mengelilingi kami dengan hawa membunuh yang sangat besar. Ergghh. Nampaknya hidupku berakhir di sini.....
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------